Entri Populer

Selasa, 22 Maret 2011

Prinsip control disease pada Tuberkulosis Paru


TUBERKULOSIS PARU

Definisi
Tuberkulosis paru adalah penyakit menular langsung yang disebabkan oleh kuman TB  Mycobacterium tuberculosis), yang menyerang terutama paru dan disebut juga tuberkulosis paru. Bila menyerang organ selain paru (kelenjar limfe, kulit, otak, tulang, usus, ginjal) disebut tuberkulosis ekstra paru.

Etiologi
Penyebab infeksi adalah kompleks M. tuberculosis. Kompleks ini termasuk M. tuberculosis dan M. africanum terutama berasal dari manusia dan M. bovis yang berasal dari sapi. Mycobacteria lain biasanya menimbulkan gejala klinis yang sulit dibedakan dengan tuberkulosis. Etiologi penyakit dapat di identifikasi dengan kultur. Analisis genetic sequence dengan menggunakan teknik PCR sangat membantu identifikasi non kultur.
Merupakan penyakit menular yang lebih banyak menyerang paru-paru (TBC paru), namun bakteri tersebut juga dapat menyerang organ tubuh lain seperti kulit (TBC kulit), tulang (TBC tulang), usus (TBC usus), ginjal (TBC ginjal), otak (TBC otak), dan sebagainya. Dua jenis utama dari bakteri tersebut dapat menyerang manusia (human strain) dan ternak (bovine strain). Human strain menyebar dengan perantaraan air ludah orang yang terinfeksi atau melalui udara setelah bersin atau batuk. Selain itu juga bisa ditularkan lewat susu sapi yang terkena infeksi (bovine strain), biasanya terjangkit pada anak-anak, namun kasus tersebut jarang terjadi karena saat ini penggunaan susu banyak yang telah di pasteurisasi.
Cara penularan tuberkulosis paru melalui percikan dahak (droplet) sumber penularan adalah penderita tuberkulosis paru BTA(+), pada waktu penderita tuberkulosis paru batuk atau bersin. Droplet yang mengandung kuman TB dapat bertahan di udara pada suhu kamar selama beberapa jam, sekali batuk dapat menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak. Umumnya penularan terjadi dalam ruangan dimana percikan dahak berada dalam waktu yang lama. Ventilasi dapat mengurangi jumlah percikan, sementara sinar matahari langsung dapat membunuh kuman, percikan dapat bertahan selama beberapa jam dalam keadaan yang gelap dan lembab. Orang dapat terinfeksi kalau droplet tersebut terhirup ke dalam saluran pernafasan. Setelah kuman TB masuk ke dalam tubuh manusia melalui pernafasan, kuman TB tersebut dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya melalui sistem peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas atau penyebaran langsung ke bagian tubuh lainnya.
Daya penularan dari seorang penderita ditentukan oleh banyaknya kuman yang dikeluarkan dari parunya. Makin tinggi derajat positif hasil pemeriksaan dahaknya maka makin menular penderita tersebut. Bila hasil pemeriksaan dahaknya negatif maka penderita tersebut dianggap tidak menular. Risiko penularan setiap tahun Annual Risk Of Tuberculosis Infection (ARTI) di Indonesia cukup tinggi dan bervariasi antara 1-3%. Pada daerah dengan ARTI sebesar 1% berarti setiap tahun di antara 1000 penduduk, 10 orang akan terinfeksi, kemudian sebagian besar dari orang yang terinfeksi tidak akan menjadi penderita tuberkulosis paru, hanya sekitar 10% dari yang terinfeksi yang akan menjadi penderita tuberkulosis. Dari keterangan tersebut dapat diperkirakan bahwa pada daerah dengan ARTI 1%, maka di antara 100.000 penduduk rata-rata terjadi 100 penderita setiap tahun, dimana 50 penderita adalah BTA positif. Faktor risiko yang mempengaruhi kemungkinan seseorang menjadi penderita tuberkulosis paru adalah karena daya tahan tubuh yang lemah, di antaranya karena gizi buruk dan HIV/AIDS.


Epidemiologi
Diperkirakan sekitar sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberkulosis. Pada tahun 1995, diperkirakan ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian akibat TB diseluruh dunia. Diperkirakan 95% kasus TB dan 98% kematian akibat TB didunia, terjadi pada negara-negara berkembang. Demikian juga, kematian wanita akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.
Sekitar 75% pasien TB adalah kelompok usia yang paling produktif secara ekonomis (15-50 tahun). Diperkirakan seorang pasien TB dewasa, akan kehilangan rata-rata waktu kerjanya 3 sampai 4 bulan. Hal tersebut berakibat pada kehilangan pendapatan tahunan rumah tangganya sekitar 20-30%. Jika ia meninggal akibat TB, maka akan kehilangan pendapatannya sekitar 15 tahun. Selain merugikan secara ekonomis, TB juga memberikan dampak buruk lainnya secara sosial stigma bahkan dikucilkan oleh masyarakat
Di Indonensia berdasarkan hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 1995 menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernafasan pada semua kelompok usia dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan bahwa di Indonesia setiap tahunnya setiap 100.000 penduduk terdapat 115 penderita baru tuberkulosis paru dengan BTA positif. Penyakit tuberkulosis menyerang sebagidan besar kelompok usia produktif.
Orang yang berisiko tinggi terkena tuberkulosis antara lain adalah orang yang tinggal dalam rumah/ruangan yang ventilasinya buruk, orang yang berhubungan dekat dengan penderita tuberkulosis, sebelumnya pernah terserang penyakit tersebut, orang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah (penderita malnutrisi, kanker, atau penyakit lain yang mengganggu sistem kekebalan tubuh), dan pecandu obat atau alkohol. Penyakit ini lebih banyak menyerang laki-laki daripada wanita, dan lebih banyak menyerang kulit berwarna dari pada orang kulit putih
Pada tuberkulosis paru, substansi abnormal yang disebut pulmonary infiltrates terakumulasi, rongga berkembang dan jaringan masa granulasi terjadi dalam paru-paru, masa tersebut terdiri dari jaringan mati. Infeksi oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis pada seesorang yang belum mendapatkan penyakit tersebut disebut dengan tuberkulosis primer. Setelah terkena infeksi bakteri tersebut, sekitar 5% dari mereka yang terkena akan mengembangkan tuberkulosis aktif dalam tempo satu tahun, dan sisanya mengalami infeksi tidak aktif.

Cara-cara penanggulangan
Pada awal tahun 1990-an WHO dan IUATLD telah mengembangkan strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai strategi DOTS (Directly Observed Treatment Short-course) dan telah terbukti sebagai strategi penanggulangan yang secara ekonomis paling efektif (cost-efective). Strategi ini dikembangkan dari berbagi studi, uji coba klinik (clinical trials), pengalamanpengalaman terbaik (best practices), dan hasil implementasi program penanggulangan TB selama lebih dari dua dekade. Penerapan strategi DOTS secara baik, disamping secara cepat menekan penularan, juga mencegah berkembangnya MDR-TB.
Fokus utama DOTS adalah penemuan dan penyembuhan pasien, prioritas diberikan kepada pasien TB tipe menular. Strategi ini akan memutuskan penularan TB dan dengan demkian menurunkan insidens TB di masyarakat. Menemukan dan menyembuhkan pasien merupakan cara terbaik dalam upaya pencegahan penularan TB.
WHO telah merekomendasikan strategi DOTS sebagai strategi dalam penanggulangan TB sejak tahun 1995. Bank Dunia menyatakan strategi DOTS sebagai salah satu intervensi kesehatan yang paling efektif. Integrasi ke dalam pelayanan kesehatan dasar sangat dianjurkan demi efisiensi dan efektifitasnya. Satu studi cost benefit yang dilakukan oleh WHO di Indonesia menggambarkan bahwa dengan menggunakan strategi DOTS, setiap dolar yang digunakan untuk membiayai program penanggulangan TB, akan menghemat sebesar US$ 55 selama 20 tahun.

Strategi DOTS terdiri dari 5 komponen kunci:
1)      Komitmen politis
2)      Pemeriksaan dahak mikroskopis yang terjamin mutunya.
3)      Pengobatan jangka pendek yang standar bagi semua kasus TB dengan tatalaksana kasus yang tepat, termasuk pengawasan langsung pengobatan.
4)      Jaminan ketersediaan OAT yang bermutu.
5)      Sistem pencatatan dan pelaporan yang mampu memberikan penilaian terhadap hasil pengobatan pasien dan kinerja program secara keseluruhan.

control diseases
Penderita
Ø  Pengobatan
Di negara berkembang, WHO merekomendasikan pemberian 4 macam obat setiap harinya selama 2 bulan yang teridiri atas RIF, INH, EMB, PZA diikuti dengan pemberian INH dan RIF 3 kali seminggu selama 4 bulan. Semua pengobatan harus diawasi secara langsung, jika pada pengobatan fase kedua tidak dapat dilakukan pengawasan langsung maka diberikan pengobatan substitusi dengan INH dan EMB selama 6 bulan. Penderita TBC pada anak-anak diobati dengan regimen yang sama dengan dewasa dengan sedikit modifikasi
Ø  Laporkan segera kepada instansi kesehatan setempat jika ditemukan penderita TB atau yang diduga menderita TB
Ø  Memberikan penyuluhan kepada penderita tentang cara agar penyakitnya tidak menyebar luas, misalnya bagaimana cara batuk yang benar, memakai masker, dll
Ø   isolasi
Penderita TB paru dewasa dengan BTA positif pada sputumnya harus ditempatkan dalam ruangan khusus dengan ventilasi bertekanan negatif. Penderita diberitahu agar menutup mulut dan hidung setiap saat batuk dan bersin. Orang yang memasuki ruang perawatan penderita hendaknya mengenakan pelindung pernafasan yang dapat menyaring partikel yang berukuran submikron. Isolasi tidak perlu dilakukan bagi penderita yang hasil pemeriksaan sputumnya negatif, bagi penderita yang tidak batuk dan bagi penderita yang mendapatkan pengobatan yang adekuat (didasarkan juga pada pemeriksaan sensitivitas/resistensi obat dan adanya respons yang baik terhadap pengobatan).  


Kontak
v  Pencegahan infeksi: Cuci tangan dan praktek menjaga kebersihan rumah harus dipertahankan sebagai kegiatan rutin.
v  Penanganan kontak. Di AS terapi preventif selama 3 bulan bila skin tes negatif harus diulang lagi, imunisasi BCG diperlukan bila ada kontak dengan penderita
v  Pemberian INH sebagai pengobatan preventif memberikan hasil yang cukup efektif untuk mencegah progresivitas infeksi TB laten menjadi TB klinis
v  Peningkatan imunitas dengan menjaga pola makan dan olah raga yang cukup.

 Lingkungan
ü  Mengurangi dan menghilangkan kondisi sosial yang mempertinggi risiko terjadinya infeksi misalnya kepadatan hunian
ü  Ruangan harus terkena sinar matahari yang cukup agar tidak terlalu lembab.
ü  Memperhatikan aerasi ruangan.
ü  Ventilasi mencukupi agar kualitas udara tetap terjaga dengan baik.
ü  Disinfeksi alat-alat perabotan rumah tangga, lantai, dll.

Rini Anik N.R


Minggu, 20 Maret 2011

Prinsip control disease pada Thypoid

THYPOID


Definisi

Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman salmonella. ( Bruner and Sudart, 1994 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 1999 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 1996 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis (.Seoparman, 1996).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C. penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 1999).
Demam thypoid ( enteric fever ) adalah penyakit infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran ( Nursalam dkk, 2005 : 152 )
Dari beberapa pengertian diatas dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang telah terkontaminasi.

Etiologi

Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Penyakit demam Tifoid ini bisa menyerang saat kuman tersebut masuk melalui makanan atau minuman, sehingga terjadi infeksi saluran pencernaan yaitu usus halus. Dan melalui peredaran darah, kuman sampai di organ tubuh terutama hati dan limpa. Ia kemudian berkembang biak dalam hati dan limpa yang menyebabkan rasa nyeri saat diraba.
Dibeberapa negara penularan terjadi karena mengkonsumsi kerang-kerangan yang berasal dari air yang tercemar, buah-buahan, sayur-sayuran mentah yang dipupuk dengan kotoran manusia, susu dan produk susu yang terkontaminasi oleh carrier atau penderita yang tidak teridentifikasi. Lalat dapat juga berperan sebagai perantara penularan memindahkan mikroorganisme dari tinja ke makanan. Di dalam makanan mikroorganisme berkembang biak memperbanyak diri mencapai dosis infektif, dimana dosisnya lebih rendah pada tifoid dibandingkan dengan paratifoid.

Epidemiologi

Penyakit ini tersebar merata diseluruh dunia. Insidensi penyakit demam tifoid diseluruh dunia mencapai 17 juta setahun dengan jumlah kematian sebanyak 600.000 orang. Di Amerika Serikat demam tifoid muncul sporadis dan relatif konstan berkisar antara 500 kasus setahun selama bertahun-tahun (bandingkan dengan demam tifoid yang dilaporkan sebanyak 2484 pada tahun 1950). Dengan memasyarakatnya perilaku hidup bersih dan sehat, memasyarakatnya pemakaian jamban yang saniter maka telah terjadi penurunan kasus demam Tifoid, dan yang terjadi di Amerika Serikat adalah kasus import dari daerah endemis. Sekarang sering ditemukan strain yang resisten terhadap kloramfenikol dan terhadap antibiotika lain yang umum digunakan untuk demam tifoid. 558 Kebanyakan isolat yang dikumpulkan pada tahun 90an dari Asia Tenggara, Asia Selatan, Timur Tengah dan Afrika Timur Laut adalah strain yang membawa plasmid dengan faktor R yang membawa kode resistens terhadap berbagai jenis antibiotika yang dulu umum dipakai untuk mengobati demam tifoid seperti kloramfenikol, amoksisilin, trimetroprim/sulfametoksasol. Demam paratifoid muncul secara sporadis atau muncul sebagai KLB terbatas, mungkin juga kejadiannya lebih banyak daripada yang dilaporkan. DI AS dan Kanada demam paratifoid jarang teridentifikasi. Dari ketiga jenis demam paratifoid, paratifoid B adalah yang paling sering ditemukan, paratifoid A lebih jarang dan yang paling jarang adalah paratifoid C.
Distribusi berdasarkan umur pada daerah endemis demam tifoid sering ditemukan pada anak prasekolah dan anak-anak berusia 5 – 19 tahun.

Cara-cara penanggulangan

Penderita

1.       Pengobatan spesifik: Meningkatnya resistensi terhadap berbagai macam strain menentukan jenis obat yang dipakai untuk terapi secara umum, untuk orang dewasa ciprofloxacin oral dianggap sebagai obat pilihan terutama untuk penderita tifoid di Asia. Belakangan ini dilaporkan bahwa telah terjadi penurunan sensitivitas pada penelitian in vivo terhadap berbagai strain Asia. Untuk strain lokal yang masih sensitf terhadap pengobatan maka obat-obatan oral seperti kloramfenikol, amoksisilin atau TMP-SMX (untuk anak-anak) masih cukup efektif untuk mengobati penderita akut. Sedangkan ceftriaxone obat parenteral yang diberikan sekali sehari sangat bermanfaat diberikan kepada penderita obtunded atau kepada penderita dengan komplikasi dimana tidak bisa diberikan pengobatan antibiotika oral. Pemberian kartikosteroid dosis tinggi dalam jagka pendek dikombinasikan dengan pemberian antibiotika serta terapi suportif membantu menurunkan angka kematian pada penderita berat. Untuk pengobatan kepada carrier lihat uraian pada bagian 9A11 diatas. Penderita schistosomiasis yang menderita tifoid selain 562 pemberian terapi untuk tifoidnya maka diberikan juga praziquantel untuk menghilangkan kemungkinan cacing schistosoma membawa basil S. Typhi
2.       Melakukan investigasi, sumber infeksi harus diidentifikasi dengan cara melakukan pelacakan penderita yang tidak dilaporkan, carrier dan melacak makanan, susu, air, kerang-kerangan yang terkontaminsai.
3.       Melakukan isolasi bila perlu

Kontak

1.       Pemberian imunisasi rutin terhadap anggota keluarga, petugas kesehatan dengan vaksin tifoid kurang begitu bermanfaat walaupun mereka terpajan dengan penderita tifoid. Namun vaksinasi masih bermanfaat diberikan kepada mereka yang terpajan dengan carrier. Tidak ada vaksin yang efektif untuk demam paratifoid A
2.       Lakukan investigasi terhadap kontak
Seluruh anggota wisatawan yang salah satu anggotanya adalah penderita tifoid harus diamati. Titer antibodi terhadap purified Vi polysaccharide mengidentifikasikan yang bersangkutan adalah carrier. Jika ditemukan tipe phage yang sama pada organisme yang diisolasi dari penderita dan carrier menunjukan telah terjadi penularan.
3.       Memberikan penjelasan yang cukup kepada carrier tentang cara-cara menjaga kebersihan perorangan. Budayakan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan

Lingkungan

1.       Menerapkan standar kebersihan pada waktu menyiapkan dan menangani makanan
2.       Menjaga sanitasi lingkungan agar tetap terjaga dengan baik





Rini Anik N.R